Percobaan Melakukan Perbuatan Melanggar Hukum Dalam Hukum Islam

Hukum pidana menurut syari’at Islam merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan setiap muslim di manapun ia berada. Syari’at Islam adalah hukum yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, karena syari’at Islam adalah bagian ibadah kepada Allah SWT. Namun dalam kenyataannya, masih banyak umat Islam yang  belum tahu dan paham tentang apa dan bagaimana hukum pidana Islam itu, serta bagaimana ketentuan-ketentuan hukum tersebut seharusnya disikapi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jarimah dapat diartikan dengan sebagai larangan syara’ yang dijatuhi sanksi oleh pembuat syari’at yaitu Allah SWT dengan hukuman had atau ta’zir. Para ahli fiqih menggunakan kata jinayah untuk istilah jarimah, yang diartikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh syariat islam.

Dalam melakukan tindak pidana tersebut, adakalanya seseorang melakukannya sampai selesai atau tuntas namun adakalanya juga hanya setengahnya saja atau masih bisa disebut sebagai percobaan melakukan tindak pidana. Ada juga yang melakukannya secara sendiri atau bersama orang lain, yang dalam hal ini disebut dengan turut serta meakukan tindak pidana. Dari perbuatan itu semua, mempunyai konsekuensinya masing-masing. Artinya, setiap tindak pidana harus dipertanggungjawabkan oleh masing-masing yang mengerjakan.
Mengingat begitu pentingnya pembahasan tentang perbuatan manusia yang melanggar hukum, maka dalam kesempatan ini penulis akan memaparkan pembahasan dalam artikel ini dengan tema “Percobaan Melakukan Perbuatan Pidana Dalam Hukum Islam”.
Percobaan Melakukan Jarimah
Percobaan Melakukan Jarimah

Pengertian Percobaan Melakukan Jarimah

Dalam pasal 45 kitab undang- undang Hukum Pidana Mesir, di jelaskan tentang pengertian percobaan sebagai berikut:
“Percobaan adalah mulai melaksanakan suatu perbuatan dengan maksud melakukan (jinayah atau janhah), tetapi perbuatan tersebut tidak selesai atau berhenti karena ada sebab yang tidak ada sangkut paut nya dengan kehendak pelaku”.
Istilah percobaan di kalangan fuqaha  tidak kita dapati. Akan tetapi ,apabila definisi tersebut kita perhatikan maka apa yang di maksud dengan istilah tersebut juga terdapat pada mereka, Karena di kalangan fuqoha juga dibicarakan tentang pemisahan antara jarimah yang sudah selesai  dan jarimah yang tidak selesai.

  1. Percobaan melakukan jarimah tidak dikenakan  hukuman had atau qishash, melainkan dengan dengan hukuman ta’zir bagaimanapun macamnya jarimah- jarimah itu. Para fuqaha lebih banyak memperhatikan jarimah-jarimah hudud dan qishas, karena unsur dan syarat-syarat nya sudah tetap tanpa mengalami perubahan. Di samping itu, hukumannya juga sudah di tentukan macam dan jenisnya tanpa boleh di kurangi atau di tambah. Akan tetapi untuk jarimah-jarimah ta’zir, hampir seluruh nya diserahkan kepada penguasa untuk menetapkannya, terutama hukumnya. Di samping itu, hakim di beri wewenang yang luas dalam menjatuhkan hukuman dengan berpedoman pada batas maksimal dan minimal yang telah di tetapkan oleh penguasa. Ta’zir juga dapat mengalami perubahan sesuai dengan perubahan masyarakat. Oleh karena itu, para fuqaha tidak mencurahkan perhatian dan pembicaran secara khusus dan tersendiri, karena percobaan melakukan jarimah sudah termasuk jarimah ta’zir.
  2. Dengan  adanya aturan-aturan yang sudah mencakup dari syara’ tentang hukuman untuk jarimah ta’zir maka aturan-aturan yang khusus untuk percobaan tidak perlu diadakan, sebab hukuman ta’zir di jatuhkan atas perbuatan maksiat yang tidak di kenakan hukuman had atau kifarat. Percobaan yang pengertiannya sebagaimana telah di kemukakan di atas adalah mulai melakukan sesuatu perbuatan yang di larang tetapi tidak selesai, termasuk kepada maksiat yang hukum nya adalah ta’zir. Dengan demikian , percobaan sudah termasuk ke dalam kelompok ta’zir , sehingga para fuqaha tidak membahasnya secara khusus.

Pendirian hukum pidana islam tentang percobaan melakukan jarimah, lebih mencakup dari hukum positif. Sebab menurut hukum islam setiap perbuatan yang tidak selesai yang sudah termasuk maksiat harus di jatuhi hukuman, dan dalam hal ini tidak ada pengecualian nya. Akan tetapi, menurut hukum positif tidak semua percobaan dikenakan hukuman. Misalnya dalam KUHP Mesir,  hanya percobaan melakukan jarimah jinayah dan beberapa jarimah janhah saja yang dapat dikenakan hukuman, sedangkan percobaan melakukan jarimah mukhalafah tidak  di kenakan hukuman (pasal 46 dan 47).
Apakah di Indonesia ketika terdapat seseorang yang baru ingin melakukan percobaan perbuatan melanggar hukum dapat dikenakan sanksi? Menurut pasal 54 KUH Pidana Indonesia bahwa percobaan melakukan pelanggaran tidak dapat dipidana.

Hukuman Untuk Jarimah Percobaan 

Menurut ketentuan dalam syariat Islam yang berkaitan dengan jarimah hudud dan qishash, hukuman-hukuman yang telah di tetapkan untuk jarimah yang telah selesai, tidak boleh diberlakukan untuk jarimah yang belum selesai (percobaan). Ketentuan ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh imam Al baihaqi dari nu’man ibn basyir bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
“Barang siapa yang mencapai (melaksanakan) hukuman had bukan dalam jarimah hudud maka ia termasuk orang yang melampaui batas.”
Percobaan melakukan zina tidak boleh dihukum dengan had zina, yaitu jilid seratus kali atau rajam. Demikian pula percobaan pencurian tidak boleh dihukum dengan had pencurian , yaitu potong tangan, dengan demikian, hukuman untuk jarimah percobaan adalah hukuman ta’zir itu sendiri.
Dalam hukum pidana Indonesia , hukuman untuk percobaan ini tercantum dalam pasal 53 ayat(2) KUH Pidana yang berbunyi:

  1. Maksimum pidana pokok yang diancam atas kejahatan itu dikurangi sepertiganya.
  2. Jika kejahatan itu dapat dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup maka dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun. 

0 Response to "Percobaan Melakukan Perbuatan Melanggar Hukum Dalam Hukum Islam"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel