Pengertian Hukuman Tazir Menurut Para Ulama dan Macam macam Sanksinya

Ta’zir adalah bentuk mashdar dari kata عَزَرَ- يَعْزِرُ yang secara etimologis berarti الرَّدُّ وَالمنْعُ, yaitu menolak atau mencegah. Kata ini juga memiliki arti نَصَرَهُ menolong atau menguatkan. Hal ini seperti dalam firman Allah SWT berikut.

لِّـتُؤْمِنُوْا بِاللّٰهِ وَ رَسُوْلِهٖ وَتُعَزِّرُوْهُ وَتُوَقِّرُوْهُ  ۗ  وَتُسَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَّاَصِيْلًا
"agar kamu semua beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya pagi dan petang."(QS. Al-Fath 48: Ayat 9)

Kata ta’zir dalam ayat ini juga berarti عَظَّمَهُ وَ وَقَّرَهُ وَ أَعَانَهُ وَ قَوَاهُ, yaitu membersarkan, memperhatikan, membantu, dan menguatkan agama Allah. Sementara itu, Al-Fayyumi dalam Al-Misbah Al-Munir mengatakan bahwa ta’zir adalah pengajaran dan tidak termasuk ke dalam kelompok had.
Pengertian Hukuman Tazir Menurut Para Ulama dan Sanksinya
Hukuman Tazir Menurut Para Ulama dan Sanksinya

Pengertian Ta'zir Menurut Para Ulama

Dalam buku Fiqh Jinayah karangan Nurul Irfan dan Masyrofah menjabarakan beberapa definisi mengenai pengertian ta’zir diantaranya sebagai berikut.

1. Al-Mawardi dalam kitab Al-Ahkam Al-Sultaniyyah
Ta’zir ialah pengajaran (terhadap pelaku) dosa-dosa yang tidak diatur oleh hudud. Status hukumnya berbeda-beda sesuai dengan dosa dan pelaku. Ta’zir memiliki satu sisi yang sama dengan hudud, yakni sebagai pengajaran untuk mencapai kesejahteraan dan untuk melaksanakan ancaman yang sesuai dengan dosan yang dikerjakan.

2. Ibnu Manzur dalam kitab Lisan Al-‘Arab
Ta’zir  adalah hukuman yang tidak termasuk had, bertujuan untuk mencegah pelaku tindak pidana dari melakukan kejahatan dan mengahalanginya dari melakukan maksiat. Kata al-ta’zir makna dasarnya adalah pengajaran, kata al-ta’zir juga bermakna mencegah dan mengahalangi.

3. Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuh
Sanksi-sanksi ta’zir adalah hukuman-hukuman yang secara syara’ tidak ditegaskan ukurannya. Petugas negara berkewajiban menentukan sanksi terhadap pelaku tindak pidana yang sesuai dengan kejahatannya. Untuk menumpas permusuhan, mewujudkan situasi aman terkendali, dan melindungi masyarakat. Sanksi ta’zir ini sangat beragam, sesuai dengan situasi dan kondisi, taraf pendidikan, serta keadaan lain yang timbul dalam kehidupan.
Dari berbagai pendapat diatas, dapat disimpulakan bahwa ta’zir adalah hukuman yang diterima oleh pelaku tindak pidana dan besarnya suatu hukuman ditentukan oleh situasi kondisi dan keputusan penguasa setempat karena ta’zir tidak ditentukan secara langsung oleh Alqur’an dan hadits. 

Macam-macam Sanksi Ta’zir Menurut Pandangan Ulama


1. Sanksi Ta’zir yang Berkaitan dengan Badan


a. Hukuman Mati
Mazhab Hanafi membolehkan sanski ta’zir dengan hukuman mati, apabila perbuatan itu dilakukan berulang kali dan membawa kemasalahatan bagi masyarakat. Kalangan Malikiyah dan sebagian Hanabilah membolehkan hukuman mati sebagai sanksi ta’zir yang tertinggi bagi mata-mata dan orang yang melakukan kerusakan di muka bumi. Demikian dengan Syafiiyah yang membolehkan hukuman mati, seperti dalam kasus homoseks, penyebaran aliran-aliran sesat yang menyimpang dari Al-Qur’an dan sunnah.
 Untuk melakukan hukuman mati, harus memenuhi syarat-syarat berikut:
  1. Jika terhukum adalah residivis di mana hukuman-hukuman sebelumnya tidak memberi dampak apa-apa baginya.
  2. Harus dipertimbangkan betul-betul dampak kemaslahatan umat serta pencegahan kerusakan yang menyebar di muka bumi.
Dapat dipahami, hukuman mati sebagai sanksi ta’zir yang paling tinggi dapat dilakukan apabila menyangkut kemanan, dan ketertiban masyarakat jika sanksi hudud tidak memberi pengaruh baginya. Sangatlah tepat jika menetapkan hukuman mati bagi para koruptor, produsen dan pengedar narkoba, karena sangat membahayakan umat manusia. 

b. Hukuman Cambuk

Hukuman cambuk cukup efekti dalam menjerakan pelaku jarimah. Hukuman ini dikatakan efekti karena memiliki beberapa keistimewaan dibandingkan hukuman lainnya, yaitu sebagai berikut
  1. Lebih menjerakan dan lebih memiliki daya represif, karena dirasakan langsung secara fisik.
  2. Bersifat fleksibel. Setiap jarimah memiliki jumlah cambukan yang berbeda-beda
  3. Berbiaya rendah. Tidak membutuhkan dana besar dan penerapannya sangat praktis.
  4. Lebih murni dalam menerapkan prinsip bahwa sanksi ini bersifat pribadi dan tidak sampai menelantarkan keluarga terhukum. Apabila hukuman ini sudah dilaksanakan, terhukum dapat langsung dilepaskan dan dapat beraktivitas seperti biasa

Adapun mengenai jumlah maksimal hukuman cambuk dalam jarimah ta’zir, ulama berpendapat
  1. Madzhab Hanafi, tidak boleh melampaui batasan hukuman had.
  2. Abu Hanifah, tidak boleh lebih dari 39 kali, karena had bagi peminum khamr adalah dicambuk 40 kali
  3. Abu Yusuf, tidak boleh lebih dari 79 kali, karena had bagi pelaku qadzf 
  4. Ulama Malikiyah, sanksi ta’zir boleh melebihi had selama mengandung maslahat.
  5. Ali pernah mencambuk peminum khamr pada siang hari di bulan Ramadhan sebanyak 80 kali dan ditambah 20 kali sebagai ta’zir

Batas minimal hukuman cambuk harus mampu memberi dampak preventif dan represif, batas terendah satu kali cambukan, ditentukan oleh hakim sesuai dengan tindak pidana, pelaku, waktu, dan pelaksanaannya serta ketetapan ulil amri dapat dijadikan pegangan semua hakim.

Mengenai pelaksanaan hukuman cambuk, ulama menyebutkan ukuran cambuk tersebut mu’tadil, tidak kecil dan juga tidak besar. Adapun sifat dari hukuman cambuk dalam jarimah ta’zir adalah untuk memberikan pelajaran dan tidak boleh menimbulkan kerusakan. 
Apabila si terhukum itu laki-laki, maka baju yang menghalangi sampainya cambuk ke kulit harus dibuka. Sementara itu, apabila si terhukum itu perempuan, maka bajunya tidak boleh dibuka, karena auratnya akan terbuka. Hukuman cambuk diarahkan ke punggung, tidak boleh ke kepala, wajah, dan farji. 

2. Sanksi Ta’zir yang Berkaitan dengan Kemerdekaan Seseorang


a. Hukuman Penjara

Menurut Ibnu Al-Qayyim, al-habsu ialah menahan seseorang untuk tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum, baik itu di rumah, masjid, maupun tempat lain, begitulah makna al-habsu pada masa Nabi dan Abu Bakar, namun pada masa Umar, beliau menjadikan rumah Syafwan bin Umayyah yang dibelinya sebagai penjara.

Hukuman penjara dapat dijadikan sebagai hukuman pokok dan menjadi hukuman tambahan. Hukuman ini dibedakan menjadi dua:

1) Hukuman Penjara Terbatas
Hukuman penjara terbatas ialah hukuman penjara yang lama waktnya dibatasi secara tegas. Untuk batas maksimal dan minimal lamanya hukuman penjara, tidak ada kesepakatan diantara ulama, hukuman penjara dalam ta’zir berbeda-beda tergantung pada pelaku dan jenis jarimahnya.

2) Hukuman Penjara Tidak Terbatas
Hukuman penjara tidak terbatas tidak dibatasi waktunya dan berlangusung terus sampai si terhukum meninggal dunia atau bertaubat. Hukuman ini dapat disebut juga dengan hukuman penjara seumur hidup, sebagaimana yang telah diterapkan dalam hukum positif Indonesia. Hukuman penjara yang dibatasi sampai terhukum bertaubat adalah untuk mendidik. Hal ini hampir sama dengan lembaga pemasyarakatan yang menerapkan adanya remisi bagi terhukum yang terbukti ada tanda-tanda telah bertaubat.

b. Hukuman Pengasingan

Hukuman pengasingan merupakan hukuman had, namun dalam praktiknya hukuman tersebut diterapkan juga sebagai hukuman ta’zir.  Mengenai lama pengasingan ulama berbeda pendapat, ada yang berpendapat tidak boleh lebih dari satu tahun karena akan menyamai jarimah zina yang merupakan hukuman had, ada pula yang berpendapat batas waktu ditentukan oleh pertimbangan penguasa. Adapun mengenai tempat pengasingan, fuqaha berpendapat sebagai berikut.
  • Menurut Imam Malik bin Anas, pengasingan artinya menjauhkan (membuang) pelaku dari negeri Islam ke negeri non Islam
  • Menurut Umar bin Abdul Aziz dan Said bin Jubayyir, pengasingan artinya dibuang dari satu kota ke kota yang lain
  • Menurut Imam Al-Syafii, jarak kota asal dan kota pengasingan sama seperti jarak perjalanan shalat qashar.
  • Menurut Imam Abu Hanifah dan satu pendapat dari Imam Malik, pengasingan artinya dipenjarakan. 

3. Hukuman Ta’zir yang Berkaitan dengan Harta

Fuqaha berbeda pendapat mengenai dibolehkannya hukuman ta’zir dengan mengambil hartanya. Menurut Imam Abu Hanifah,  hukuman ta’zir dengan mengambil hartanya. tidak boleh. Menurut jumhur ulama boleh apabila membawa maslahat.
  • Menghancurkannya (Al-Itlaf). Penghancuran terhadap barang sebagai hukuman ta’zir berlaku barang-barang yang mengandung kemungkaran.
  • Mengubahnya (Al-Ghayir). Hukuman ta’zir yang berupa mengubah harta pelaku, antar lain mengubah patung yang disembah oleh muslim dengan cara memotong bagian kepalanya sehingga mirip pohon atau vas bunga
  • Memilikinya (Al-Tamlik). Hukuman denda dapat merupakan hukuman pokok yang berdiri sendiri, namun bisa saja hukuman denda digabungkan dengan hukuman pokok lainnya, yaitu hukuman denda disertai cambuk. Syariat islam tidak menetapkan batas minimal atau maksimal dari hukuman denda. 

Kesimpulan: 
Hukuman ta'zir adalah hukuman yang dikenakan kepada seseorang yang telah melanggar syariat islam, membahayakan atau merugikan orang lain dengan cara memberikan hukuman yang belum ditentukan oleh syara', malainkan diserahkan kepada ulil amri atau penguasa setempat. Hukuman ta'zir seperti penjara, cambuk, pengasingan,bahkan sampai kepada denda.

0 Response to "Pengertian Hukuman Tazir Menurut Para Ulama dan Macam macam Sanksinya"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel