Hukuman Bagi Orang Gila dan Anak Kecil Menurut 4 Imam Madzhab

Suatu hukuman dapat dihapus karena beberapa sebab, yaitu:
  1. pelaku meninggal dunia, 
  2. hilangnya anggota badan yang harus dikenai hukuman, 
  3. tobat dalam kasus jarimah hirabah (pencurian), 
  4. perdamaian dalam kasus jarimah qisas dan diyat, 
  5. pemaafan dalam kasus qisas dan diyat serta 
  6. dalam kasus jarimah ta’zir yang berkaitan dengan hak adami, diwarisinya qisas, kadaluwarsa dan mabuk 
Hukuman Bagi Orang Gila dan Anak Kecil
Hukuman Bagi Orang Gila dan Anak Kecil

Hukuman Untuk Orang Gila dan Anak Kecil

Disisi lain gila dan anak di bawah umur juga menjadi sebab hapusnya suatu hukuman. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi :

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ عَنْ خَالِدٍ عَنْ أَبِي الضُّحَى عَنْ عَلِيٍّ عَلَيْهِ السَّلَام
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ قَالَ أَبُو دَاوُد رَوَاهُ ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَادَ فِيهِ وَالْخَرِفِ

(ABUDAUD - 3825) : Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il berkata, telah menceritakan kepada kami Wuhaib dari Khalid dari Abu Adh Dhuha dari Ali Alais Salam dari nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Pena pencatat amal dan dosa itu diangkat dari tiga golongan; orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia bermimpi dan orang gila hingga ia berakal." Abu Dawud berkata, "Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Juraij, dari Al Qasim bin Yazid dari Ali radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam." Ia menambahkan di dalamnya, "dan kharif (orang yang kurang akalnya)."

Para fuqaha sepakat bahwa orang gila tetap bertanggungjawab atas semua perbuatannya secara perdata. Dia harus membayar ganti rugi atas semua kerusakan yang diakibatkan oleh tindak pidananya. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang pertanggungjawaban orang gila dalam tindak pidana pembunuhan dan pelukaan.

Imam Malik, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa kesengajaan orang gila adalah perbuatan tersalah sebab orang gila itu tidak mungkin berniat melakukan suatu perbuatan pembunuhan atau pelukaan, karena itu apabila perbuatannya tidak diniatkan perbuatan tersebut bukan disengaja melainkan tersalah. Adapun gila yang sebelum ada putusan hukuman, menurut pendapat Syafi’iyah bahwa pemeriksaan pengadilan tidak dapat mengahalangi atau menghentikan pemeriksaan tersebut karena taklif (pembebanan hukum) hanya disyaratkan pada waktu melakukan tindak pidana. Mazhab Maliki dan Hanafi bahwa keadaan gila sebelum ada putusan hakim menghalangi dan menghentikan pemeriksaan pengadilan sampai keadaan gila itu hilang. Sedangkan keadaan gila sesudah ada putusan hukuman dari hakim, Imam asy-Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa apabila tersangka tersangka menjadi gila setelah ada putusan hukuman, pelaksanaan eksekusi hukuman tidak bisa ditunda kecuali tindak pidana yang dilakukan adalah tindak pidana hudud dimana satusatunya bukti adalah pengakuan terpidana.

Hapusnya hukuman yang selanjutnya adalah terhadap anak yang masih dibawah umur. Hukuman bagi anak kecil yang belum mumayyiz adalah hukuman untuk mendidik murni (ta’dibiyyah khalisah), bukan hukuman pidana. Ini karena anak kecil bukan orang yang pantas menerima hukuman. Hukum islam tidak menentukan jenis hukuman yang dijatuhkan kepada anak kecil, tetapi hukum islam memeberikan hak kepada ulil amri untuk menentukan hukuman yang sesuai menurut pandangannya.

Abdul Qadir Audah dalam bukunya "Ensiklopedi Hukum Pidana Islam", pemberian hak kepada penguasa untuk menentukan hukuman agar ia dapat memilih hukuman yang sesuai bagi anak kecil disetiap waktu dan tempat. Pengusa berhak menjatuhkan hukuman kepada anak dibawah umur berupa memukul anak tersebut, menegur,menyerahkan kepada orang lain, menaruhnya pada tempat rehabilitasi anak atau menempatkannya di suatu tempat dengan pengwasan khusus.

Ketentuan baligh dalam penjatuhan hukuman terhadap anak dibawah umur dimulai sejak usia 7 (tujuh) tahun hingga mencapai kedewasaan (baligh) dan fuqaha’ membatasinya dengan usia 15 (lima belas tahun) yaitu masa kemampuan berpikir lemah (tamyiz yang belum baligh). Jika seorang anak telah mencapai usia tersebut maka ia dianggap dewasa meskipun ia belum dewasa dalam arti yang sebenarnya. Untuk anak laki-laki yang telah keluar air maninya, baik saat terjaga maupun dalam keadaan tidur sedangkan perempuan dapat diketahui balighnya ketika menstruasi.

0 Response to "Hukuman Bagi Orang Gila dan Anak Kecil Menurut 4 Imam Madzhab"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel