Pemikiran Hukum Imam Malik dan Perkembangan Madzhab Maliki

Pemikiran Hukum Imam Malik
Pemikiran Hukum Imam Malik

Sistematika sumber hukum atau istinbath Imam Malik pada dasarnya ia tidak menuliskan secara sistematis. Akan tetapi, para muridnya atau madzhabnya menyusun sistematika Imam Malik sebagaimana Qadhi ‘Iyad dalam kitabnya Al-Mudarak, yang artinya sebagai berikut: “Sesungguhnya manhaj imam Dar al-Hijrah, pertama, ia mengambil kitabullah, jika tidak ditemukan dalam kitabullah nashnya, ia mengambil as-Sunnah (kategori as-Sunnah menurutnya, hadis-hadis nabi Muhammad SAW dan fatwa sahabat), amal ahlu al-Madinah, al-Qiyas, al-maslahah al-mursalah, sadd adz-dzarai’, al-‘urf dan al-‘adat”. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah rincian dasar-dasar pemikiran Imam Malik sebagai pendiri madzhab maliki.

Pemikiran dan Perkembangan Mazhab Maliki

A. Al-Qur’an

Menurut Imam Malik, al-Quran adalah di atas semua dalil-dalil hukum. Ia menggunakan nash sharih (jelas). Imam Malik lebih mendahulukan al-Qur’an selama tidak ada dalam as-Sunnah. 

B. As-Sunnah

Imam Malik mengambil sunnah yang muttawatir, masyhur (setingkat dibawah muttawatir) dan khabar ahad. Selain itu, Imam Malik menggunakan hadis munqathi  dan mursal   selama tidak bertentangan dengan tradisi orang-orang madinah.

C. Amalan Ahlu Al-Madinah (al-Urf)

Imam malik memegang tradisi madinah sebagai dalil hukum karena amalannya, dinukil langsung dari Nabi Muhammad SAW. Ia mendahulukan amal Ahlu al-Madinah ketimbang khabar ahad, sedangkan para fuqaha tidak seperti itu. Bagi Imam Malik, perbuatan orang-orang Madinah dianggap memiliki kehujjahan yang sejajar dengan Sunnah Nabi, bahkan Sunnah Mutawatirah. Ia beranggapan pewarisan tradisi orang Madinah dilakukan secara massal dari generasi ke generasi sehingga menutup kemungkinan ternjadinya penyelewengan dari sunnah.

Menurut Dedi Ismatullah dalam bukunya yang berjudul “Sejarah Sosial” Secara kewilayahan sebagian besar kelompok ahli hadits adalah para ulama di Madinah (diantaranya adalah Imam Malik). Alasan lain, Imam Malik memegang tradisi madinah sebagai dalil hukum adalah karena Madinah merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya hadits sehingga hampir semua ulama memiliki penguasaan dan perbendaharaan hadits yang cukup; Madinah adalah sebuah kawasan yang apabila dilihat dari aspek sosio kulturalnya belum mengalami kemajuan pesat.

Kehidupan masyarakatnya melambangkan kesedarhanaan; setiap persoalan yang muncul dan memerlukan hukum dapat dengan mudah diselesaikan dengan hadits karena persoalan kehidupan di Madinah masih relatif ringan dan masih sederahan. Dilihat dari alasan-alasan tersebut maka dari itu ia berpendapat bahwa Ijma’ penduduk Madinah adalah hujjah yang wajib diikuti. Tentu yang dimaksud penduduk Madinah “olehnya adalah ulama”.

Macam-macam A’mâlul Ahlil Madînah dan contohnya

a. Perbuatan dari segi Naqli Seperti:

  1. Zakat apel dan buah-buahan Mu’azh Bin Jabal berkata bahwasnya Rasulullah saw Bersabda yang artinya: “apabila sawah yang dialiri air hujan maka ia mengeluarkan zakat sepersepuluh” gandum, jahe harus mengeluarkan zakat sedangkan mentimun, melon, semangka, delima dan tebu tidak diwajibkan mengeluarkan zakatnya, Hasan Bin ’Imarah meriwayatkan bahwasanya Muâzh Bin Jabal bertanya kepada Rasulullah tentang zakat buah-buahan maka Rasulullah menjawab (maka tidak ada zakat baginya) menurut Abu Musa bahwasanya hadist yang diriwayatkan Hasan adalah hadist mursal. Maka diradh kembali oleh al-Lais dari ayat al-Quran yang artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” dan Allah swt berfirman: “Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu”
  2. Memerdekakan hamba sahaya, akan tetapi didalam hal ini masih banyak keraguan didalamnya karena ahlul madînah sendiri mengingkarinya.


b. Perbuatan dari segi Istidlal
Seperti: sujud tilawah, syukur, dan syahwi, haji yang kedua, an-Najmu, Izhas Samâu Inksyaqqa, dan sujud iqrak semua ini masih ikhtilaf menurut ahlul madinah mereka menolak sujud yang lima diatas.

c. Perbuatan dari segi istilah
Seperti: A. Meminjamkan binatang tidak apa-apa asalkan dikembalikan dalam keadaan seperti semula akantetapi menurut ahlul madiah tidak boleh karena ditakutkan akan terjadi kerusakan dan pertikaian jikalau hewannya melahirkan.

d. Perbuatan yang sesuai dengan Ijtihad dan Istimbad.
Seperti: Ketika Imam Malik mengumandangkan azan fajar setelah itu datanglah Abu Yusuf dan mengatakan kenapa engkau lakukan hal ini wahai Imam Malik, kemudian Imam Malik menjawab: subhanallah, ketahuilah bahwasanya perbuatan ini adalah hal yang sangat mulia karena semenjak zaman Rasulullah masih memimpin kita hingga zaman sekarang tidak seorangpun yang berani untuk mencegah amalan ini.

Hujjiyah A’mâlul Ahlil Madînah 


  • Dalil dari al-Qur’an: Surat at-Taubah:100


وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.

  • Dalil dari Sunnah: Rasulullah saw Bersabda yang artinya: “Hendaknya kamu mengikuti sunnah-Ku dan sunnah Khulafau ar-Rasyidin sesudah aku”

D. Fatwa Sahabat

Sebagian para sahabat melakukan manasik haji dengan Nabi Muhammad. Oleh karena itu, qaul shahabi digunakan sebab ia dinukil dari hadis. Ia beranggapan pentingnya mengedepankan pemikiran dan pandangan dari sahabat dalam bentuk qaul fikih dan fatwanya walaupun di dalamnya terdapat sahabat yang dianggap tidak ma’shum. Imam Malik berpendapat bahwa fatwa sahabat itu bisa dijadikan hujjah bedasarkan :

a. Al-qur’an, surat Ali imran:110, yaitu
      كنتم خير أمة اخرجت لناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar (QS.Ali ‘Imran:110)

b. Hadis riwayat ‘Abd bin Humaidi
  أصحابى كا لنجوم بأيهم إقتديتم إهتديتم .
Sahabatku bagaikan bintang-bintang, siapa saja diantara kamu ikuti, pasti engkau mendapatkan petunjuk. 

E. Ijma

Imam malik paling banyak menyandarkan pendapatnya pada ijma’ seperti tertera dalam kitabnya Al-Muwaththa kata-kata al-amru al-mujtama’ alaih dan sebagainya. Ijma ahli madinah pun dijadikan hujjah, seperti ungkapannya, Hadza huwa al-amru al-mujtama’  alaihi indana. Asal amalan madinah tersebut berdasarkan sunnah, bukan hasil ijtihad (fatwa).

F. Qiyas, Mashlahat Mursalat, dan Istihsan

Qiyas yang digunakan imam malik adalah qiyas isthilahi, sedangkan istihsan adalah memperkuat hukum mashlahat juziyah atas hukum qiyas. Qiyas adalah menghubungkan suatu kasus yang tidak dijelaskan nash dengan suatu perkara yang ada nashnya karena ada kesesuaian antara kedua perkara tersebut pada illat kedua hukum tersebut. Adapun mashlahat juziyah tidak seperti itu dalam menetapkan hukum, inilah yang disebut istihsan ishthilahi.  Menurut kami, istihsan adalah hukum mashlahat yang tidak ada nashnya.

Sedangkan mashlahat mursalat adalah mashlahat yang tidak ada nashnya untuk melaksanakan atau tidak. Mashlahat mursalah yang kami gunakan dengan syarat bertujuan meniadakan kesukaran. Hal itu merupakan mashlahat yang sudah umum dalam hukum islam meskipun tidak ada nashnya secara tersendiri. Mashlahat yang kami gunakan tak lain adalah istihsan, sementara qiyas yang kami pegang adalah qiyas yang tidak ada nashnya tentang kesempitan yang luas.

Secara umum, imam malik menggunakan mashlahat meskipun tidak ada nash atau hadis nabi muhammad saw karena tujuan syara’ adalah untuk nilai mashlahat umat manusia dan setiap nash pasti mengandung nilai mashlahat. Jika tidak ada nash, mashlahat hakiki adlah melihat tujuan hukum syara’.

G. Adz-Dzara’i

Sadz Adz-Dzarai, dasar istinbath yang sering dipakai oleh imam malik. Maknanya adalah menyumbat jalan. Wasilahnya haram, harm, wasilahnya halal, halal. Demikian pula dalam mashlahat yang harus dicari. Wasilahnya kepada kemunkaran haram dan harus dicegah.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa imam malik ibn anas dalam berfatwa , pertama, Al-Quran, As-Sunnah [terutama As-Sunnah orang-orang madinah yang setingkat dengan As-Sunnah mutawatirah. Pen], ijma, dan qiyas. Demikian pula, Asy-Syaitibi menyederhanakan dasar-dasar iamam malik adalah al-quran, sunnah, ijma, dan ra’yu.

Penyederhanaan tersebut tampaknya beralasan; sebab qaul sahabat dan tradisi orang madinah dalam pandangan malik adalah bagian dari sunnah, sedangkan ra’yu meliputi mashalahat mursalat,sadd adz-dzariat, urf, istihsan, dan istishab.

Dari berbagai uraian diatas dapat dipahami bahwa imam malik adalah seorang yang berpikiran tradisional. Hanya karena kedalaman ilmunya, ia dapat mengimbangi berbagai perkembangan yang terjadi saat itu. Namun, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dalam manhaj imam malik.

Pertama, imam malik mendahulukan amalan orang-orang madinah sebelum qiyas, suatu metode yang tidak dipergunakan fuqaha lainnya. Amalan orang-orang madinah dalam pandangan imam malik, termasuk kategori as-sunnah mutawatirah karena pewarisannya melalui generasi ke generasi yang dilakukan secara serempak sehingga menutup kemungkinan terjadinya penyimpangan dari as-sunnah. Hal ini terbukti karena orang-orang madinah [para sahabat] bergaul langsung dengan nabi muhammmad dan mengembangkan tradisi hidup nabi muhammad yang dikemudian hari diwariskan kepada tabiin dengan cara yang sama. Pola ini diikuti pula tabi at-tabiin. “Tradisi orang madinah” lebih jelas diterima oleh imam malik dalam penerimaan hadis ahad.  Menurutnya, suatu hadis ahad dapat diterima sepanjang tidak bertentangan dengan tradisi orang-orang madinah.

Kedua, qaul sahabat sebagai dalil syar’i yang didahulukan daripada giyas. Pendapat ini ditanggapi keras oleh imam syafi’i dengan alasan bahwa dalil hanya dapat diperoleh darin orang-orang ma’sum.

Ketiga, imam malik menggunakan mashlahat al-mursalah. Hal ini menunjukan bahwa imam malik menggunakan rasio ketika tidak ada penjelasan al-quran dan al-hadits tentang kasus tertentu.

Sarana yang membawa kepada kerusakan dalam madzhab Maliki adalah:

  • Sarana yang secara pasti membawa pada kerusakan, contohnya menggali sumur di belakang rumah, 
  • Sarana yang diduga kuat akan mengantarkan pada kerusakan contoh jual beli anggur dengan dugaan akan dibuat khamar oleh pembelinya, 
  • Sarana yang jarang membawa kerusakan contoh menggali sumur di tempat yang tidak membahayakan orang, 
  • Sarana yang banyak mengantarkan pada kerusakan tapi tidak dipandang umum, contoh jual beli dengan tenggang waktu yang dapat membawa pada praktek riba.

Jaih Mubarok dalam bukunya, “Sejarah &Pengembangan Hukum Islam” mengatakan bahwa langkah-langkah ijtihad Imam Malik hanya ada lima atau yang disebut ushul al-khomsah yaitu al-qur’an, sunnah, perbuatan penduduk Madinah, fatwa sahabat, kias dan istihsan tanpa  az-zara’i.

Perkembangan Dan Penyebaran Mazhab Maliki

Perkembangan mazhab maliki tidak terlepas dari jasa para muridnya yang telah meriwayatkan dan menyebarkan mazhabnya setelah beliau wafat. Mazhab maliki tersebar di negeri hajajkarena disiulah ia lahir dan berekembang , juga tersebar di mesir sezaman sang imam masih hidup, di Tunisia, Aljazair dan maroko, torablus dan sudan, dan dominan dibasrah dan bagdad dari waktu ke waktu. Kitab al-muwathha merupakan salah satu faktor utama bagi trsebarnya mazhab maliki di ngeri negeri islam.

Demikian juga yang ditulis oleh Huzaenah Tahido Yanggo dalam bukunya, “Pengantar Perbandingan Madzhab” Penganut mazhab Imam Malik pada mulanya timbul dan berkembang di kota Madinah, tempat kediamannya, kemudian menyebar ke negeri Hijaz. Hingga kemudian mazhab Maliki terus berkembang di Mesir dan Andalusia. Kemudian terus berkembang lagi sampai Maroko, Algeria, Tunisia, Tripoli, Libia, dan Mesir. Selain itu, juga tersebar di Irak, Palestina, Hijaz dan lain-lain. Sebagian kecil mazhab Maliki juga ada di sekitar Jazirah Arab. Penganut mazhab Maliki ini sampai sekarang banyak pengikutnya dan mereka tersebar di negara-negara, antara lain: Mesir, Sudan, Kuwait, Bahrain, Maroko, dan Afrika

0 Response to "Pemikiran Hukum Imam Malik dan Perkembangan Madzhab Maliki"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel