Perbedaan Hibah, Hadiah, Sedekah, Jual Beli, Pinjaman, Wasiat dan Wakaf

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“..Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (al-Maidah:2)

Perbedaan Hibah, hadiah, sedekah, pinjaman, jual beli, wakaf dan wasiat
Pengertian hibah secara bahasa dan istilah

Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla memerintahkan hamba-Nya yang beriman untuk saling membantu dalam perbuatan baik dan itulah yang disebut dengan albirr dan meninggalkan kemungkaran yang merupakan ketakwaan. Dan Dia Azza wa Jalla melarang mereka saling mendukung kebatilan dan bekerjasama dalam perbuatan dosa dan perkara haram. Tolong menolong dalam bentuk apa saja, baik dalam bentuk memberi bantuan berupa tenaga maupun harta.

Yang perlu dipahami adalah ketika ingin membantu sesama harus dilandaskan ikhlas karena Allah SWT, bukan karena suatu hal tertenu, misalnya karena ingin dipuji oleh orang lain atau karena ini terlihat kaya di hadapan orang lain. Karena jika memberi sesuatu karena didasari ingin dipuji oleh orang lain, perbuatan adalah sia-sia saja. Walaupun dalam ayat alquran sudah jelas bahwa tidak Namun masih banyak saja orang yang memberi bantuan dengan maksud riya’.

Kali ini, penulis akan membahas artikel tentang bagaimana pengertian hibah, rukun dan syarat hibah, perbedaan hibah, hadiah, wakaf, wasiat, jual beli, sedekah dan pinjaman, landasan hukum serta tafsir ayat hibah.

Pengertian Hibah

Hibah secara bahasa berasal dari bahasa Arab “al-Hibah/الهبة” yang berarti pemberian atau bangkit. Kata hibah diambil dari kata “hubuubur rihh” yang artinya muruuruha (perjalanan angin)  Nasrun Harun dalam bukunya “Fiqih Muamalah” menyebutkan pengertian hibah, menurutnya hibah adalah akad yang mengakitbatkan kepemilikan harta tanpa ganti rugi yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan hidup kepada orang lain secara sukarela.

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa pengertian hibah adalah pemberian harta kepada orang lain tanpa imbalan, dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah di mana orang yang diberi bebas menggunakan harta tersebut. Artinya, harta menjadi hak milik orang yang diberi.

Lalu apa bedanya hibah, hadiah, wakaf, wasiat, jual beli, sedekah dan pinjaman? Jika sesorang yang memberikan hartanya kepada orang lain untuk dimanfaaatkan tetapi tidak menjadi hak milik dari orang yang menerima, maka itu disebut dengan pinjaman. Jika pemberian itu disertai dengan imbalan dari si penerima, maka yang seperti itu namanya jual beli.  Jika memberikan sesuatu karena hendak memuliakan si penerima, atau karena suatu  prestasi si penerima, maka itu disebut dengan hadiah. Jika memberikan hartanya kepada orang tertentu (orang yang berhak menerima, misalnya fakir dan miskin) dengan maksud ingin membantu maka itu disebut dengan sedekah.  Jika pemberian dilakukan untuk dimanfaatkan oleh banyak umat/kemaslahatan umat (bukan perorangan), maka itu disebut wakaf. Jika pemberian seseorang kepada orang lain yang diakadkan ketika pemberi masih hidup dan diberikan setelah orang yang memberi telah meninggal dunia itu yang disebut dengan wasiat. Sampai sini sudah paham apa pebedaan hadiah, hibah, sedekah, pinjaman, wakaf, wasiat serta jual beli?

Dasar Hukum Hibah dan Tafsirnya

Kata 'hibah; terdapat di dalam al-quran surat ali-Imran ayat 8 yang berbunyi:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
(Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)".

Ayat diatas di tafsirkan oleh Jalaluddin al-Mahali dan Jalaluddin as-Suyuti dalam kitab tafsirnya yang berjudul "Tafsir Jalalayn" dijelaskan bahwa:
("Tuhan kami! Janganlah engkau gelincirkan hati kami) janganlah diselewengkan dari kebenaran dengan mencari-cari tafsirnya yang tidak layak bagi kami sebagaimana dialami oleh mereka (setelah Engkau memberi petunjuk kepada kami) bimbingan ke arah perkara yang benar (dan berilah kami dari sisi-Mu rahmat) keteguhan hati (karena Engkaulah Yang Maha Memberi) karunia. 

Tafsir ayat hibah juga ditafisrkan oleh Quraish Shihab, beliau mengatakan bahwa:
Mereka yang berakal sehat itu selalu berdoa, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami menyeleweng dari kebenaran setelah Engkau tunjuki kami. Berikanlah kami rahmat dari sisi-Mu berupa kesesuaian dan kemantapan hati. Sesungguhnya hanya Engkaulah pemberi dan penolak."

Selanjutnya tafsir ayat hibah juga ditafsirkan oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya yang berjudul "Tafsir Ibnu Katsir", dijelaskan bahwa:
Yakni, janganlah Engkau menjadikannya menyimpang dari petunjuk sesudah Engkau meluruskannya pada jalan hidayah. Dan janganlah Engkau jadikan kami, seperti orang-orang yang di dalam hati mereka terdapat kesesatan, yaitu mereka mengiktui ayat-ayat al-Quran yang mutasyabih, tetapi tegukanlah kami pada jalan-Mu yang lurus dan agama-Mu yang lurus. Agar hati kami menjadi teguh dan kesatuan kami kehimpun, serta iman dan keyakinan kami bertambah karenanya.

Benda (hibah) yang diberikan statusnya belum menjadi hak milik orang yang diberi kecuali benda itu telah diterima, tidak dengan semata-mata akad. Nabi Muhammad SAW pernah memberikan 30 buah kasturi kepada Najasyi, kemudian yang diberi itu meninggal dunia dan ia belum menerimanya lalu Nabi mencabut kembali pemberiannya itu.

Rukun dan Syarat Hibah

Layaknya jual beli, pinjaman dan sejenisnya, hibah juga memiliki rukun dan syaratnya. Berikut ini adalah rukun dan syarat hibah.

1. Orang yang memberi atau menghibahkan (al-Wahib) Syaratnya:

  • Penghibah memiliki sesuatu sebelum menghibahkan
  • Penghibah merupakan orang yang sudah cakap hukum dan bebas untuk bertindak dan berakal, dewasa serta baligh. 
  • Tidak adanya paksaan yang diterima oleh si penghibah.
  • Penghibah berhak memerdekakan hartanya dan memiliki barang yang diberikan.

2. Orang yang menerima hibah (Mauhub lahu) Syaratnya:

Orang yang diberi hibah benar-benar ada pada waktu diberi hibah, bila tidak ada atau diperkirakan keberadaanya. Misalnya masih dalam bentuk janin maka hibahnya tidak sah. Jika anak kecil atau yang belum cakap hukum menerima hibah, maka pemberian hibah tersebut diambil oleh walinya, pemeliharaannya atau orang yang mendidiknya.

3. Akad. 

Misalnya ijab orang yang memberi berkata: “saya hibahkann ini kepada engkau”. qobul si penerima: “saya terima” kecuali sesuatu yang menurut kebiasaan memang tidak perlu mengucapkan ijab dan qobul, misalnya seorang istri menghibahkan gilirannya kepada madunya, dan bapak memberikan pakaian kepada anak yang masih kecil. Pemberian pada waktu perayaan mengkhitan anak hendaklah dilakukan menurut adat yang berlaku di tiap-tiap tempat tentang perayaan itu.

4. Benda yang diberikan atau dihibahkan (al-Mauhub) Syaratnya:

  • Benda yang diberikan benar-benar ada saat akad berlangsung.
  • Benda yang diberikan mempunai nilai (manfaat)
Bolehkah seseorang yang telah memberian sesuatu kepada orang lain lalu di cabut kembali?

Mencabut pemberian

Pemberian yang sudah diberikan dan diterima oleh seseorang tidak boleh dicabut kembali, kecuali pemberian bapak kepada anaknya, tidak berhalangan untuk mencabut atau diminta kembali pemberiannya. Sesuai dengan hadis berikut ini.

عن ابنِ عُمَرَوابنِ عبّاسٍ النبىّ صلى الله عليه وسلّم لا يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسلمٍ ان يٌعْطِىَ العَطِيَّةَ ثُمَّ يَرجِعُ فيها اِلاَّ الوَالِدُ فِيمَا يُعطِى ولَدَهُ

Dari ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Nabi SAW telah bersabda, “Tidak halal bagi seseorang laki-laki muslim ia memberikan sesuatu kemudian dicabutnya kembali, kecuali pemberian bapak kepada anaknya.” (Riwayat Ahamd dan dinilai sahih oleh Tirmizi dan Ibnu Hibban) 

Menurut Sulaiman Rasjid, seorang bapak dibolehkan mencabut pemberian kepada anaknya karena ia berhak menjaga kemaslahatan anaknya, juga cukup menaruh perhatian (kasih sayang kepada anaknya). Sungguh tidak berhalangan apabila bapak mencabut pemberian kepada anaknya, tetapi dengan syarat “barang yang diberikan itu masih dalam kekuasaan anaknya”, berarti ia masih tetap kepunyaan anak-nya, meskipun sedang ditangguhkan.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ وَلَدُالرَّجُلِ مِنْ اَطْيَبِ كَسْبِهِ فَكُلُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ .رواه أحمد

Dari aisyah,”Rasulullah Saw.telah bersabda. “Anak seorang laki-laki adalah sebaik-baik usahanya, Oleh karenanya, tidak ada halangan bagi laki-laki mengambil harta anaknya.” (H.R Ahmad)

Sejalan dengan pendapat Sulaiman Rasjid, Ibnu Rusyd juga menyatakan bahwa sebagaimana jumhur ulama, pemberian haram diminta kembali dalam keadaan apapun sekalipun antara saudara atau suami istri, kecuali jika pemberi adalah seorang ayah dan penerimanya adalah anaknya sendiri.  Kebolehan seorang ayah mencabut pemberian yang telah diberikan kepada anaknya karena ia lebih berhak menjaga kemaslahatan anaknya. 

Menurut ulama hanafiyah, mereka berpendapat bahwa hibah itu tidak mengikat. Oleh sebab itu, pemberian hibah boleh saja dicabut kembali pemberiannya, alasan sesuai dengan hadis nabi berikut ini:
الواهِبُ أَحقٌّ بهبته ماَ لَم يثب عليها

“Orang yang menghibahkan hartanya lebih berhak terhadap hartanya selama hibah itu tidak diiringi oleh ganti rugi” (H.R Ibnu Majah, al-Daru’ Quthni, at-Thabari dan al-Hakim)

Tujuan Hibah

Allah menyarankan manusia untuk saling berbagi pasti memiiliki tujuannya. Karena tidak mungkin apa yang Allah perintahkan tidak memiliki tujuan. Ada 3 tujuan hibah menurut penulis, yaitu:

  1. Untuk melaksanakan perintah Allah agar saling tolong –menolong kepada sesame
  2. Untuk memperkuat keimanan
  3. Untuk membiasakan diri agar terhidar dari sifat materialism

Hikmah Hibah

Allah dan Rasul-Nya telah memerintahkan sesama manusia untuk saling memberi. Biasanya orang yang suka memberi maka dia juga akan diberi. Kebiasaan saling memberi yaitu perbuatan yang sangat manusiawi sebagai ucapan terima kasih. Dalam hadis Nabi Muhamamd SAW, 
“orang yang tidak berterima kasih kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah SWT” (H.R Ahmad dan Turmudzi)  
Beberapa hikmah dari hibah, yaitu:

  1. Mendatangkan rasa saling mengasihi, mencintai dan menyayangi  terhadap sesama serta menghilangkan sifat egois dalam diri.
  2. Menghilangkan rasa dengki yang dapat merusak keimanan.
  3. Dapat melunakkan hati sesama manusia
  4. Dapat memperkuat ikatan tali silaturahmi dan kasih sayang antar manusia.

0 Response to "Perbedaan Hibah, Hadiah, Sedekah, Jual Beli, Pinjaman, Wasiat dan Wakaf"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel